
Jakarta,CakrawalaMerah – Kasus pelanggaran Hak Cipta yang melibatkan pihak Alfamart dan Bank Sahabat Sampoerna sebagai tergugat, memasuki masa persidangan dengan agenda mendengarkan keterangan dan pendapat Ahli Hukum Hak Kekayaan Intelektual (HaKI), Hak Cipta dari pihak Bambang Widodo dan Endang Trido R.S sebagai penggugat yaitu Dr. Suyud Margono, SH., MHum., FCIArb., yang juga seorang Akademisi dan Dosen Bidang Kekayaan Intelektual sekaligus Wakil Ketua Asosiasi Konsultan HKI Indonesia (AKHKI).
Menurut Dr. Suyud, kehadirannya di persidangan pada Rabu (10/07) adalah sebagai Saksi Ahli Hak Kekayaan Intelektual (HKI) khususnya perkara gugatan ganti rugi atas Pelanggaran Hak Cipta suatu perkara dalam persidangan di kepaniteraan Pengadilan Niaga
pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam Perkara No. 18/Pdt.Sus.HKI/HakCipta/2019/P N.Niaga.Jkt.Pst.
Kepada awak media, Saksi Ahli menyampaikan sekaligus mengklarifikasi informasi yang beredar di khalayak ramai perihal permasalahan yang muncul terkait penggunaan produk Tabungan SAKU: Belanja Sambil menabung di Alfamart (PT. Sumber Alfaria Trijaya, Tbk) dan Alfamidi (PT. Midi Utama Indonesia, Tbk) yang bekerjasama dengan PT. Bank Sahabat Sampoerna yang menurutnya secara tanpa hak telah menggunakan Ciptaan “Tabungan Anak Pintar Indonesia” (TAPI) milik Pihak lain (Para Penggugat sebagai Pencipta dan Pemegang Hak) yang telah dicatatkan dalam Pencatatan Ciptaan berjudul Tabungan Anak Pintar Indonesia (“TAPI”) pada tanggal 2 Juli 2010, pada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia dengan Nomor Permohonan: C00201002402 (“Ciptaan”).,yang kemudian diterima, dan didaftarkan dalam Daftar Umum
Ciptaan dan disahkan dengan Nomor Pendaftaran: 053733 pada tanggal 10 Oktober 2011 sebagai “Surat Pendaftaran Ciptaan”.
Lebih lanjut menurutnya, terkait Hak Kekayaan Intelektual, harus dipahami bahwa Pencipta/ Pemegang Hak Cipta memiliki hak eksklusif, hak ekonomi dan hak moral untuk mempublikasikan (publication rights) dan menggadakan (reproduction rights) suatu ciptaan yang dimilikinya. Dalam hal ini termasuk hak untuk memberi ijin kepada Pihak lain baik untuk seluruh atas sebagian ciptaan untuk dipublikasikan dan atau digandakan (reproduksi) dan juga hak untuk melarang pihak lain yang secara tanpa ijin/ hak melanggar Hak Cipta (dalam hal ini melakukan perbuatan mempublikasikan dan/atau menggadakan secara tanpa ijin/ hak (legal rights).
Selain itu, dengan mengacu pada beberapa pasal berkenaan dengan Hak Cipta, saksi Ahli juga menjelaskan bahwa dalam sengketa ini, ada sejumlah hak penggugat sebagai pemilik karya intelektual yang telah dilanggar oleh pihak tergugat.
“Berdasarkan Penjelasan Pasal 4 UU Hak Cipta, “hak eksklusif” adalah hak yang hanya diperuntukkan bagi Pencipta, sehingga tidak ada pihak lain yang dapat memanfaatkan hak tersebut tanpa izin
Pencipta. Pemegang Hak Cipta yang bukan Pencipta hanya memiliki sebagian dari hak eksklusif berupa hak ekonomi. Berdasarkan penjelasan Ketentuan ini berarti bahwa Para Tergugat secara
nyata-telah melakukan publikasi, memproduksi, mengedarkan seolah-olah sebagai Pencipta maupun Pemegang Hak Cipta yang memiliki atas Ciptaan “Tabungan Anak Pintar Indonesia (TAPI)” yang telah diubah oleh Para Tergugat menjadi “Tabungan SAKU”atau memanfaatkan Hak Moral dan Hak
Ekonomi atas Ciptaan perkara tersebut
Perbuatan PARA TERGUGAT yang telah melakukan adaptasi atau pengalihwujudan atas Ciptaan milik Para Penggugat yakni dari penyebutan “TAPI” diganti menjadi nama “Tabungan SAKU” yang dilakukan tanpa izin atau persetujuan terlebih dahulu dari Para Penggugat. Hal tersebut telah melanggar Hak Moral (moral rights) dari Para Penggugat mengingat bahwa Hak Moral atas Ciptaan belum beralih/ dialihkan dari Para Tergugat kepada Para Penggugat, oleh karenanya Para Penggugat berhak untuk mempertahankan haknya dalam hal terjadi adaptasi/pengalihwujudan Ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri dan reputasi PARA PENGGUGAT juga termasuk berhak atas manfaat ekonomi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 5 ayat (1) huruf e juncto Pasal 9 ayat (2) UU Hak Cipta” jelas Saksi Ahli
Hak Cipta merupakan Kekayaan (harta) yang dimiliki Pencipta dan/ atau pemegang Hak Cipta, maka Hak Cipta dapat disamakan dengan bentuk kekayaan (property) yang lain. Secara khusus pengaturan mengenai status hukum dari sifat kebendaan dalam Hukum Hak Cipta di Indonesia diatur dalam Pasal 16 UU Hak Cipta terdapat ketentuan disebutkan “Hak Cipta merupakan benda bergerak tidak
berwujud Cipta, maka maka Hak Cipta dapat dipindahtangankan, dilisensikan, dialihkan, dijual oleh Pemilik atau Pemegang Hak-nya. Artinya, sesuai dengan pengaturan hukum Hak Cipta yang berlaku dan pengaturan hukum Kebendaan dalam sistem Hukum Perdata PARA TERGUGAT telah mengambil HAK KEBENDAAN dalam Hak Cipta dengan secara Tanpa Hak Mengumumkan dan Memperbanyak
Ciptaan yang merupakan Kekayaan/ harta yang dimiliki PARA PENGGUGAT.
Perkara ini adalah adanya pelanggaran Hak cipta, di dalam Hak cipta terdapat 2 (dua) Hak yang mendukungnya, yakni: hak ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral rights). Pada umumnya,
dalam perkara Pelanggaran Hak Cipta adalah terjadinya pelanggaran Hak Ekonomi dan/ atau hak Moral dari Pencipta, sehingga bentuk ganti rugi yang diminta oleh Pencipta/ Pemegang Hak (copyrights holders) terhadap adanya pelanggaran Hak Cipta adalah tuntutan ganti kerugian khususnya terhadap hak ekonomi adalah ganti rugi secara materiil, sedangkan untuk pelanggaran Hak cipta khususnya hak moral bentuk ganti kerugian yang diminta oleh Pencipta (creators) adalah
ganti rugi secara immateriil.
Wakil Ketua Asosiasi Konsultan HKI Indonesia (AKHKI) ini kembali menegaskan bahwa pihak penggugat selama ini telah menderita kerugian dalam berbagai bentuk akibat pelanggaran atas karya intelektual yang dilakukan oleh para tergugat.
“Para Penggugat sebagai Pencipta/ Pemegang Hak, telah menderita kerugian materiil maupun immaterial atas tindakan mengumumkan dan memperbanyak Ciptaan berjudul “Tabungan Anak Pintar Indonesia (TAPI)., selanjutnya tindakan mempublikasikan dan/atau reproduktif yang dilakukan
tanpa memperhatikan hak-hak Para Penggugat sebagai Pencipta dan/ atau Pemegang Hak telah menimbulkan kerugian materiil maupun immaterial bagi PARA PENGGUAT Bahwa, menurut prinsip hukum umum yang berlaku tentang permohonan atau gugatan ganti kerugian kepada pengadilan Niaga” tegas Wakil Ketua AHKI.