

Jakarta, Cakrawala Merah – Menyikapi peran jurnalis dan media dalam penyampaian informasi kepada masyarakat khususnya di tahun politik 2019, Forum Nasional Jurnalis Indonesia (FNJI) menggelar Diskusi Media di bilangan Jakarta Pusat pada Rabu (22/10) kemarin.Diskusi media ini mengambil tema “Political Power Mapping menuju 2019” dan menghadirkan narasumber dari kalangan peneliti, analis, tim sukses pasangan calon presiden, dosen serta politisi yaitu antara lain ; 1). Dr. Muchtar Effendi Harahap seorang peneliti dari Network for South East Asian Studies (NSEAS) dan kader PAN. 2). Ali Sodikin, MSi selaku Praktisi Media sekaligus Dosen. 3). Toha Almansur, Analis Media dan Tim Sukses Pasangan Prabowo Sandi.
Dalam pemaparannya, Muchtar Effendi mengkritisi pemberitaan yang disampaikan oleh Indonesialeaks terkait kasus Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjajanto yang menurutnya tidak berlandaskan pada data yang komprehensif guna membuktikan tuduhan tersebut.
“Naluri saya sebagai peneliti, selama seminggu lebih ketika kasus Indonesialeaks ini ramai di media mencoba untuk secaara detail memahami kontruksi kasus ini namun ketika saya cek di situs Indonesialeaks saya sama sekali tidak menemukan hasil investigasi secara konfrehensif di di dukung oleh bukti hukum yang kuat untuk mendukung fakta yang terjadi sebenarnya” ujar Muchtar.
Lebih lanjut Muchtar menegaskan bahwa situs Indonesialeaks tersebut hanya berisi wacana dan opini tanpa menyajikan bukti domumen asli terkait kasus tersebut dan hal ini dapat berpotensi menjadi fitnah apabila tidak segera ditindak tegas.
“Indonesialeaks dalam penilitiannya, sama sekali tidak mempublikasi bukti-bukti tuduhannya di dalam situsnya sehingga bukti secara hukumnya sangat lemah. Di situs itu tak ada dokumen asli cuman ribut di media dengan wacana atau opini saja dari mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjajanto. Malu kita kalau hal seperti ini di perdebatkan berminggu-minggu di media tapi barangnya tidak ada, hasil reportase tidak di publikasi secara terbuka, fakta-fakta tidak ada, ini pasti ada kesalahan dan bisa jadi fitnah kalau tidak bisa di kendalikan oleh pemerintah” imbuh Muchtar.
Narasumber selanjutnya yaitu Ali Sodikin selaku Praktisi Media dan Dosen salah satu Perguruan Tinggi di Jakarta, juga menilai bahwa, cara penyajian informasi, Indonesialeaks tidak menyajikan narasumber yang sebenarnya sehingga berbeda dengan kasus Wikileaks yang membeberkan secara terang benderang seluruh informasi tersebut tanpa menutupi asal usul dan sumber informasi. Untuk itu Ali Sodikin mengkritisi sekaligus mengajak rekan media untuk selalu menjaga obyektivitas,independensi,edukatif serta menyejukkan ditengah tengah gelombang arus informasi memasuki tahun politik
“Memang dalam undang-undang pers ada nara sumber yang di lindungi, namun dalam konteks ketika ada masalah, yang di kenai delik adalah nara sumbernya bukan medianya kalau mau fair, kritik saya pada teman-teman adalah sering kali tak bisa melepas diri dari fenomena modal dan keharusan bertahan hidup sehingga menjadi lebih partisan pada pemodal dengan menggunakan framing media. Kedepan media harus lebih independen, obyektif, edukatif, menyejukan di tengah kepungan modal dan pertarungan politik yang keras di tahun politik ini” tandas Ali.
Sementara itu, Analis Media, Toha Almanshur, menilai bahwa momentum politik saat ini sangat dipengaruhi oleh gerakan 411 dan 212 saat Pilkada DKI Jakarta lalu hingga putusan politik berjudul ijtima ulama jilid I dan II yang kemudian di respon oleh kubu Presiden Jokowi dengan mengambil Calon Wakil Presiden seorang ulama dari Gerakan 411 dan 212 yaitu Kyai Ma’ruf sehingga dia meyakini bahwa Gerakan 411 dan 212 memiliki pengaruh besar dalam konstalasi politik nasional saat ini
“Gerakan 411 dan 212 ini adalah sebuah rekayasa politik bagi pendukung pemerintah sedangkan bagi oposisi ini adalah sebuah pembeda untuk memperjuangkan keadilan”, pungkas Toha sebagai Pembicara terakhir. (ymn)